Diantara ibadah yang sangat agung adalah menuntut ilmu. Dan dalil mengenai menutut ilmi sangat ah banyak. menuntut ilmu adalah untuk menuju surga.
Senin, 19 Agustus 2024
Ngaji Tanpa Arah - Penghalang-Penghalang Penuntut Ilmu
بِسْــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Diantara ibadah yang sangat agung adalah menuntut ilmu. Dan dalil mengenai menutut ilmi sangat ah banyak. Diantara keutamaan menuntut ilmu adalah dimudahkan untuk menuju surga. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).
Banyak ibadah yang dilakukan dengan berjalan, seperti berjalan ke mesjid, berjalan saat umrah, berjalan untuk silaturahmi, berjalan untuk berbakti kepada orangtua, berjalan untuk sedekah, namun ini lebih spesifik jalan menuntut ilmu karena kata para ulama bahwa menuntut ilmu merupakan jalan yang paling mudah untuk menuju surga dengan keutamaan secara khusus, dengan jalan menuntut ilmu dapat menggapai kebaikan yang banyak.
Keutamaan menuntut ilmu berikutnya adalah sampai malaikat tawadhu dihadapan penuntut ilmu. Dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ
“Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya sebagai tanda ridha pada penuntut ilmu.” (HR. Abu Daud, no. 3641; Ibnu Majah, no. 223. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Diantara dalil keutamaan menuntut ilmu bahwa tanda cintanya Allah kepada kita. Dari Mu’awiyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim No. 1037).
Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah ketika menjelaskan mengenai hadits ini bahwa menunjukan pengagungan yang Allah Ta'ala berikan adalah kebaikan yang sangat besar. Maka berbahagialah orang yang datang ke majelis ilmu
Keutamaan berikutnya adalah ilmu mendatangkan kebahagiaan, semakin tambah ilmu maka akan semakin bahagia. Sebagaimana kisah perjalanan Nabi Musa alaihissalam yang menuntut ilmu kepada Nabi Khidir alaihissalam, bagaimana semangat Nabi Musa ketika veliau menjawab pertanyaan disaat beliau setelah berkhutbah “Siapakah manusia yang paling berilmu?” maka Nabi Musa menjawab: “Akulah orang yang paling berilmu,” maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menegur Nabi Musa ‘Alaihissalam karena ia tidak menyerahkan jawaban itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mengatakan Allahu a’lam.
Kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi Musa, ‘Sesungguhnya Aku memiliki seorang hamba yang berada di pertemuan antara laut Persia dan Romawi, hamba-Ku itu lebih pandai daripada kamu!’
Nabi Musa bertanya, ‘Ya Rabbi, bagaimana caranya agar aku bisa bertemu dengannya?’ Maka dijawab, “Bawalah seekor ikan yang kamu masukkan ke dalam suatu tempat, di mana ikan itu menghilang maka di situlah hamba-Ku itu berada!’
Ini menunjukam kesungguh-sungguhan Nabi Musa dalam menuntut ilmu. Dijelaska oleh para ulama bahwa ilmu Nabi Musa sebetulnya diatas level Nabi Khidir dan sudah mencukupi untuk beliau berada di surga, namun Allah Ta'ala memberikan pelajaran penting juga bagi kita di dalam belajar dan menuntut ilmu.
Diantara keutamaan ilmu bahwa ilmu disebut sebagai dzikrullah. Dan diantara dzikir kepada Allah adalah membaca quran, merenungi mengenai hal itu, dan menelaah mengenai fiqih terhadap ilmu Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
فَسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَۙ
"Maka, bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui."
QS. An-Nahl[16]:43
Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah ketika memasukan dalil mengenai majelis dzikir maka memasukan hal tersebut ke bab majelis ilmu.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila (seruan) untuk melaksanakan salat pada hari Jumat telah dikumandangkan, segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." QS. Al-Jumu'ah[62]:9
Dalam ayat tersebut menyebutlan bahwa khutbatul jumuah (ceramah mengenai ilmu pada saat ibadah shalat jum'at) dinamakan dengan dzikrullah.
Keutamaan menuntut ilmu lainnya adalah menghapus dosa-dosa, dari Abu Darda Radhiyallahu ‘Anhu, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من سلك طريقاً يلتمِسُ فيه علماً سهّلَ الله له طريقاً إلى الجنّةِ، وإن الملائكةَ لتضَعُ أجنحتها لِطالبِ العلم رِضاً بما يصنع، وإن العالِمَ ليَسْتَغْفِرُ له من في السمواتِ ومَن في الأرضِ، حتى الحيتانُ في الماءِ، وفضلُ العالم على العابد كفضل القمرِ على سائر الكواكب، وإنّ العلماء ورثة الأنبياء، إنّ الأنبياء لم يُورِّثُوا ديناراً ولا درهماً، إنما ورَّثُوا العلمَ، فمن أخذه أخذ بحظٍ وافرٍ
“Siapa yang meniti jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya menuju surga. Dan sesungguhnya para malaikat benar-benar meletakkan sayap-sayap mereka untuk para penuntut ilmu karena ridha terhadap apa yang mereka cari. Dan sesungguhnya seorang ulama dimohonkan ampunan untuknya oleh semua yang ada di langit dan di bumi, sampai-sampai ikan yang ada di dalam air. Dan keistimewaan ulama di atas ahli ibadah yaitu seperti keistimewaan bulan dibandingkan bintang-bintang. Dan sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan Dinar tidak pula Dirham, akan tetapi yang mereka wariskan adalah ilmu. Barangsiapa yang mengambil warisan para Nabi (yaitu ilmu), sungguh ia telah mengambil keuntungan yang sangat banyak.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam shahihnya)
Mengapa sampai para ikan mendoakan orang yang menuntut ilmu dikarenqkqn olmu akan mendatangkan ketenangan dan kebaikan, sedangkan manusia sendiri yang berbuat maksiat mendatangkan kerusakan, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
QS. Ar-Rum[30]:41
Diantara keutamaan ilmu, ilmu adalah bekal untuk berdakwah, sehingga ilmu bagian dari jihad fisabilillah, jihad terbagi dua, dengan kekuatan perang dan lisan. Allah berfirman kepada Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam agar berjihad dengan Al-Qur-an (dakwah dengan lisan),
فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur-an dengan jihad yang besar.” (QS. Al-Furqaan/25:52)
Menuntut ilmu adalah bukan hal yang sepele, dan jaman sekarang jihad dengan perang belum tentu bisa dilakukan, maka menuntut ilmu termasuk jihad yang bisa dilakukan, banyak orang mendapatkan hidayah dengan ilmu.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
۞ وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ ࣖ
"Tidak sepatutnya orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi (tinggal bersama Rasulullah) untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya?" QS. At-Taubah[9]:122
Diantara sarana untuk istiqamah adalah menuntut ilmu, istiqamah di tengah tengah lautan fitnah, fitnah dunia syahwat wanita politik dan fitnah lainnya. Menuntut ilmu berpahala besar maka penghalangnya dalam memalingkan hal ini juga besar.
Diantara dalam kesempatan kali ini akan membahas penghalang-penghalang menuntut ilmu, guna mendapatkan ilmu yang baik, progresif dan bermanfaat.
Pengahalang dibagi dua, Penghalang Pertama adalah penghalang pada pribadi penuntut ilmu.
1. Tidak ikhlas dalam beribadah. Kita ketahui jika tidak ikhlas maka tidak akan ada pahalnya, selelah apapun sakit sakitan, jika tidak ikhlas maka bukan saja pahalanya yang minus namun terancam neraka. Ketidak ikhlasan terbagi dua, pertama ingin dipuji, dari Ka’ab bin Malik Radhiyallahu anhu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِىَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِىَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ
Barangsiapa menuntut ilmu untuk menandingi para ulama, atau mendebat orang-orang bodoh, atau memalingkan pandangan-pandangan manusia kepadanya, maka Allâh akan memasukkannya ke neraka. (HR. At-Tirmidzi, Shahîh at-Targhîb, no. 106).
Yang akan pertama diazab adalah seorang seorang ustadz sebagaimana dalil,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُوْلُ : إِنَّ اَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ ِلأَنْ يُقَالَ جَرِيْءٌ, فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ اْلقُرْآنَ فَأُُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيْكَ اْلقُرْآنَ, قَالَ:كَذَبْتَ, وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ وَقَرَأْتَ اْلقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِىءٌ ، فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ وَاَعْطَاهُ مِنْ اَصْْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: مَاتَرَكْتُ مِنْ سَبِيْلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيْهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيْهَا لَكَ, قَالَ: كَذَبْتَ ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيْلَ, ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ. رواه مسلم (1905) وغيره
Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya : ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab : ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al Qur`an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta aku membaca al Qur`an hanyalah karena engkau.’ Allah berkata : ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al Qur`an supaya dikatakan (sebagai) seorang qari’ (pembaca al Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka. Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya : ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab : ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka." (HR. Muslim, An Nasa-i, Ahmad dan Baihaqi)
Kedua untuk mendapat dan mencari dunia. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barangsiapa menuntut ilmu yang seharusnya diharapkan dengannya wajah Allâh ‘Azza Wa Jalla, tetapi ia tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan sedikit dari kenikmatan dunia maka ia tidak akan mencium bau Surga pada hari Kiamat. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, Shahîh ath-Targhib, no. 105).
2. Ingin segera orbit dan tampil padahal ilmunya masih kurang, terlalu percaya diri. Ini yang dikatakan para ulama, menjadi kismis sebelum melalui fase kecut. Niat yang tidak benar dengan ingin mengorbitkan dirinya, ingin tampil, ingin banyak viewers dan followers padahal belum waktunya. Ketika sudah tenar maka akan sulit dinasehati. Kecintaan ingin tampil sekarang sedang ngetrend dan diantatanya dalam dakwah.
3. Menuntut ilmu tidak dengan niat mengamalkannya, hanya untuk koleksi ilmu saja sekedar ingin tahu. Ilmu akan terpuji jika diamalkan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
مَثَلُ الَّذِيْنَ حُمِّلُوا التَّوْرٰىةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوْهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ اَسْفَارًاۗ بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ
"Perumpamaan orang-orang yang dibebani tugas mengamalkan Taurat, kemudian tidak mengamalkannya, adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab (tebal tanpa mengerti kandungannya). Sangat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim."
QS. Al-Jumu'ah[62]:5
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالقُرْاَنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
“Al Qur’an itu bisa menjadi pembelamu atau musuh bagimu.” (HR. Muslim no. 223)
Didalam muqaddimah kitab ealah satu ulama tertulis bahwa orang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya maka akan diazab sebelum penyembah berhala.
4. Buang buang usia. Zaman dulu mudah bergaul dengan buku, sekarang media sosial, berita berita tertentu faham secara detail. Menuntut ilmu butuh waktu dengan banyak, namun terbuang dengan medsos. Kurangi nonton medsos dan bertaqwa kepada Allah.
Penghalang Kedua adalah metode menuntut ilmu. Menuntut ilmu harus berprogres untuk ilmu lebih teratur dalam hidup kita. Menuntut ilmu ada tematik seperti kajian ini, namun yang lebih penting adalah kajian yang rutin dan runut karena akan mendapatkan manfaat yang lebih besar. Diantara kesalahan penuntut ilmu adalah tidak secara runut. Tidak runut langsung loncat ke hal yang lebih berat padahal tidak begitu perlu.
Para ulama telah menyusun kitab-kitab secara runut dan banyak diajarkan para ustadz secara runut.
Juga kita bila tidak bisa datang majelis offline, kita bisa dengan offline dengan menyambil datang ke majelis offline. Offline ada berkahnya langsung bertemu ustadz, dan beli buku untuk mencatat dan meringkas.
Sekarang sarana menuntut ilmu sangat banyak. Dengan mengaji runut dan teratur maka akan mendapatkan perubahan dan mendapatkan manfaat, ilmu yang runut akan membangun bangunan ilmu dengan teratur dan kokoh.
Dan diantara kesalahan dan penghalang menuntut ilmu adalah hanya berguru kepada satu guru, ini membuat fanatis kepada guru tersebut. Belajar dari banyak guru yang berbeda, semua bisa diterima dan ditolak kecuali perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Fanatik kepada guru secara berlebihan adalah fenomena yang luar biasa. Fanatik dan taasub itu tidak baik, karena rentan terjadi pertikaian dan permusuhan.
Berusaha ketika belajar dengan yang lebih ahli dalam hal tertentu, dengan keahliannya masing-masing pada bidang tertentu.
Diantara kesalahan berikutnya adalah belajar sesuai kebutuhan, bukan keinginannya. Nyaman-nyamanan dalam belajar, hanya sekedar hobby dan mencari ustadz dengan popularitas saja.
Referensi : yufid.com, salik.in, rumaysho.com, muslim.or.id, almanhaj.com
Wallahu ta'ala 'alam bishawab. Barakallahu fiikum.
Catatan Hamba Allah yang semoga Allah Ta'ala memberi hidayah, rahmat dan ampunan-Nya, Aamiin
KOMENTAR